Senin, 12 Maret 2012

Komisi II Sorot Imlementasi Perda Retribusi

Sumbawa Besar, SE.
Pengesahan PERDA Retribusi Menara Telekomunikasi dan Perda Retribusi Perjinan Tertentu dihajatkan untuk memaksimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD).
Potensi PAD melalui sektor tertentu, misalnya pertambangan dan ijin pembangunan menara telekomunikasi seluler merupakan potensi PAD strategis.
Tapi sejak ditetapkan dan disahkan pada 6 Februari 2012 lalu, penerapannya malah dianggap melempem.
Ketua Komisi II, Lalu Budi Suryata, usai rapat dengar pendapat dengan eksekutif, menerangkan, pihaknya ingin memperoleh kejelasan tentang penerapan dua perda retribusi tersebut. Komisi II menengarai terjadi misspersepsi di kalangan SKPD pelaksana.
PERDA Retribusi Pertambangan misalnya, retribusi dan batas berlakunya ijin konsensi dipersepsikan hanya berlaku sekali. Hal ini sangat disesalkan, lantaran kerusakan dan konsekuensi yang akan ditimbulkan tambang tidak sebentar, sehingga kompensasinya harus besar bagi kesejahteraan masyarakat.
“Kami memberikan masukan kepada SKPD terkait untuk membuat rujukan implementasi misalnya juklat dan juknis PERDA tersebut, agar hajat penerapannya jelas. Makanya aturan pelaksanaannya juga harus jelas,” terang Budi.
Yang perlu mendapat perhatian serius adalah ijin HO atau ijin gangguan sekitar lokasi objek perijinan.
Dalam hal ini harus disesuaikan dengan konsekuensi lahan yang digunakan seperti HO bidang pertambangan. Saat ini hanya sebesar Rp 300.000 per hektar. Mestinya setiap tahun harus dibuat ijin lain, sebab dalam ijin HO tambang biayanya tidak mahal. Apalagi lokasi tambang di Sumbawa sangat terjangkau dan costnya rendah.
Terhadap retribusi ijin menara telekomunikasi seluler, Komisi II berharap Dishubkominfo tidak sekedar menerima laporan.
Mestinya lebih selektif dalam memberikan ijin, sebab keberadaan menara seluler harus menyesuaikan dengan tata ruang yang ada. Kasus di lapangan, banyak dijumpai ijin pendirian menara telekomunikasi seluler di tengah permukiman masyarakat. Belum lagi praktek rekayasa penerimaan masyarakat dalam bentuk tandatangan palsu. Padahal masyarakat memiliki daya tolak tinggi.
 “Ada juga menara seluler yang sudah dibangun tapi belum memiliki mendirikan bangunan,” tambah anggota Komisi II, Hafied Awad. (rc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar