Rabu, 21 Maret 2012

Pengawas UN NTB Akan Transparan Soal Kecurangan

Mataram, SE
Panitia pengawas ujian nasional sekolah lanjutan tingkat atas di Nusa Tenggara Barat akan transparan kepada publik jika ada indikasi kecurangan dilakukan peserta.
“Sepanjang kami bisa membuktikan bahwa kecurangan itu benar, kami akan publikasikan,” kata Rektor Universitas Mataram (Unram) Prof H Sunarpi PhD selaku penanggung jawab panitia pengawasan ujian nasional (UN) SMA/MA dan SMK tahun ajaran 2011/2012, di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan, data kecurangan UN akan dilaporkan ke Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berhak memberikan sanksi bagi peserta atau penyelenggara UN.
“Setiap kecurangan yang ditemukan pengawas wajib dilaporkan, tidak akan ditutup-tutupi. Contohnya, UN 2010 kami memberikan informasi ke publik kalau ada indikasi kecurangan berjamaah yang terjadi di sejumlah sekolah di NTB. Data kecurangan itu juga kami laporkan ke BSNP,” katanya.
Menurut dia, perguruan tinggi negeri (PTN) ditetapkan sebagai salah satu penyelenggara UN SMA/MA/SMK 2012 berdasarkan rekomendasi Majelis Rektor PTN dan BSNP, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Salah satu dari 13 tanggung jawab yang dibebankan kepada PTN, kata dia, adalah menetapkan pengawas satuan pendidikan di setiap sekolah/madrasah penyelenggara UN bersama lembaga penjaminan mutu pendidikan (LPMP).
Jumlah pengawas dari PTN yang ada di NTB sebanyak 790 orang, terdiri atas pengawas UN SMA/MA sebanyak 630 orang dan pengawas UN SMK 160 orang. (ant)

Soal Bencana Sumbawa, Propinsi dan Pusat Terkesan ‘Cuek’

Sumbawa Besar, SE.
Bencana alam berupa banjir dan angin puting beliung yang terjadi minggu lalu, telah merusak lahan pertanian dan sejumlah infrastruktur pada 12 kecamatan di wilayah Kabupaten Sumbawa.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sumbawa, Drs. Arief, M.Si menyesalkan sikap BPBD Provinsi NTB dan  Badan Nasional Penggulangan Bencana (BNPB) Pusat yang tidak segera menyalurkan bantuan bagi korban banjir di Sumbawa.
“Padahal pada tanggal 17 Maret lalu, BNPB Pusat sempat berkunjung keSumbawauntuk mengikuti pembukaan festival Sakaya di Kecamatan Utan. Namun mereka tidak memberikan bantuan atau pun mengunjungi korban bencana,” ungkap Arief yang ditemui Senin malam (20/3) di kantornya.
Mestinya, lanjut Arief, mereka bisa sekaligus mengunjungi para korban bencana.
Saat, kata Arief, mereka beralasan tidak memberikan bantuan atau mengunjungi korban bencana karena harus segera kembali keJakartaguna mengikuti sebuah pertemuan.
Tanpa adanya bantuan dari BPBD Propinsi dan BNPB Pusat, pastinya BPBD Sumbawa kuwalahan dalam melakukan pertolongan terhadap para korban banjir di 12 kecamatan.
Meski penuh dengan keterbatasan, BPBD Sumbawa tetap menyalurkan bantuan yang berasal dari Pemkab Sumbawa dan pihak swasta. Sejauh ini BPBD Sumbawa telah mendistribusikan sedikitnya 38 ton beras dari Bulog serta ribuan dus mie instant dan air mineral kepada korban bencana di 12 kecamatan.
Berdasarkan data yang diserap di lapangan oleh BPBD Sumbawa, setidaknya 4 korban jiwa akibat bencana alam yang terjadi minggu lalu. Mereka terdiri dari Syamsul Bahri (warga Desa Mamak Kecamatan Lopok, Mia (warga Desa Gontar Baru Kecamatan Alas Barat, Khadijah dan fatmawati (warga Desa Senawang Kecamatan Orong Telu).
Selain itu pihaknya juga telah mengungsikan sebanyak 7.000 lebih warga guna mengantisipasi jatuhnya korban jiwa.
Dan jalan yang menghubungkan Dusun Matemega dengan Desa Marente Kecamatan Alas sepanjang kurang lebih 15 kilometer, putus akibat tanah longsor. Jembatan yang menghubungkan antara Desa Teladan dan Desa Tepal di wilayah Kecamatan Orong Telu juga putus akibat banjir.
Karena putusanya akses, akibatnya hingga saat ini BPBD Sumbawa belum dapat menyalurkan bantuan lohistik pada kedua desa tersebut.
“Kami berharap agar Pemprov NTB dan Pemerintah Pusat dapat segera memberikan bantuan mengingat bencana yang terjadi saat ini termasuk yang terbesar yang pernah terjadi di Kabupaten Sumbawa,” pungkasnya.(rc)

Pemprov NTB Hibahkan Rp 5 Miliar untuk Unsa

Mataram, SE
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menghibahkan anggaran sebesar Rp5 miliar untuk mendukung proses pengalihan status Universitas Samawa Sumbawa atau Unsa, dari perguruan tinggi swasta menjadi negeri.
“Dana sebesar Rp5 miliar itu sudah teralokasi dalam APBD NTB 2012, sehingga dapat segera dikucurkan,” kata Ketua Badan Anggaran DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) H Suryadi Jaya Purnama, di Mataram, Rabu.
Salah seorang Wakil Ketua DPRD NTB itu mengatakan, anggaran penguatan proses pengalihan Unsu dari swasta menjadi negeri itu dialokasikan dalam pos dana hibah 2012.
Diharapkan, proses pengalihan itu dapat terealisasi dalam tahun ini, mengingat berbagai persyaratan telah dipenuhi.
“Tahun ini targetnya. Mudah-mudahan terlaksana, dan dukungan dana hibah itu merupakan bagian dari upaya pemerintah provinsi mendukung kemajuan pendidikan tinggi di Pulau Sumbawa,” ujarnya.
Sejauh ini, Perguruan Tinggi Negeri hanya ada di Mataram, Pulau Lombok, ibukota Provinsi NTB, yakni Universitas Mataram.
Karena itu, berbagai kalangan mendukung terbentuknya PTN di Pulau Sumbawa, yang merupakan peralihan dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) menjadi PTN.
Pengalihan status Unsu dari PTS menjadi PTN itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Kepmendiknas) Nomor 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi.
Regulasi tersebut mengatur perubahan status dari suatu perguruan tinggi menjadi bentuk lain atau penggabungan dari dua perguruan tinggi. Namun Unsa mengacu pada perubahan status dari PTS ke PTN.
Syarat minimal yang diperlukan untuk pengalihan PTS ke PTN yakni lahan untuk ruang perkuliahan seluas satu hektare, ruang perpustakaan 0,6 hektare, ruang dosen masing-masing empat meter persegi, serta jumlah dosen berkualifikasi Strata Dua (S2) minimal empat orang dan Strata Satu (S1) dua orang untuk masing-masing bidang studi.
Saat ini, Unsa yang bernaung pada Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Samawa (YPKS), memiliki enam ruang kuliah masing-masing berukuran 4 x 6 meter dengan kapasitas 50 mahasiswa. Jumlah mahasiswa tercatat sebanyak 1.701 orang.
Unsa hingga kini telah meluluskan 2.397 orang sarjana dari 12 program studi. Memiliki 108 orang dosen, seorang diantarnya guru besar. Unsa memiliki dosen dengan jabatan terendah asisten ahli.
Universitas yang berlokasi di Jalan Raya Sering Kerato Sumbawa/Jl Yos Sudarso Nomor 9, Sumbawa Besar, ibukota Kabupaten Sumbawa itu, telah memiliki fasilitas yang cukup memadai, antara lain, dua kampus dan ruangan kuliah yang refresentatif, auditorium sebagai tempat pelaksanaan wisuda dan kegiatan lainya, pepustakaan memiliki koleksi buku yang memadai untuk semua program studi.
Fasilitas lainnya, yakni laboratorium dengan jalinan kerjasama UNSA dengan lembaga pemerintah maupun swasta dalam rangka mengembangkan keilmuan dan keterampilan mahasiswa, jaringan internet Hotspot Area, warnet, sarana pengembangan bakat dan kegemaran mahasiswa, seperti musik dan theater kampus, koperasi, Mahasiswa Pecinta Alam, dan kegiatan lainnya.
Perguruan tinggi yang didirikan sejak 29 Desember 1998 itu, mengelola bidang Ilmu Agroteknologi S1, Peternakan S1, Manajemen Sumber Daya Perairan S1, Ekonomi Pembangunan S1, Ilmu Administrasi Negara S1, Pendidikan Fisika S1, Teknologi Pendidikan S1, Pendidikan Ekonomi S1, Teknik Mesin D-III, Teknik Sipil DIII, Keuangan Dan Perbankan D-III.(ant)

Ribuan Hektare Lahan Pertanian Terancam Puso


Sumbawa Besar, SE.
Banjir bandang yang disertai dengan kencangnya angin akibat badai Lua pecan lalu telah merendam dan merusak lahan pertanian di wilayah Kabupaten Sumbawa.
Diperkirakan sekitar seribu hektar tanaman padi terancam puso. Kerusakan dan kerugian paling besar dialami oleh petani di wilayah Kecamatan Moyo Utara.
“Untuk padi yang sudah berbuah kemungkinan bisa langsung dipanen, tetapi padi yang kini sedang berbunga sangat rentan mengalami puso apalagi jika terendam lebih dari sehari,” ungkap Kepala Dinas Pertanian Sumbawa, Ir. Thalifuddin yang ditemui Selasa (20/3).
Dia mengakui saat ini belum bisa memberikan data yang pasti mengingat petugas di kecamatan sedang melakukan pendataan. Meski demikian data sementara yang sudah masuk ada sekitar seribu hektar lahan pertanian di sejumlah kecamatan yang terancam puso.
Paling besar terjadi di kecamatan Moyo Utara dimana di kecamatan tersebut sekitar 500 hektar lebih lahan pertanian terendam banjir. Sisanya di Kecamatan Moyo Hilir, Maronge, Utan, Alas, Lopok ditambah lahan jagung di Kecamatan Labangka. Dalam hal ini, pihaknya cukup berhati-hati dalam melakukan pendataan mengingat sering terjadi kesalahan para petugas di lapangan pada saat mengupdate data. Hal ini dianggap penting sebab data kerusakan inilah yang nantinya akan dibawa ke pusat untuk mendapatkan bantuan program dari Kementerian Pertanian.
Kerusakan ini sudah dilaporkan pada Wakil MenteriPertanianRIyang datang ke Kecamatan Utan beberapa waktu lalu. Atas laporan tersebut, kata Talifuddin, Wamentan menyarankan agar Dinas Pertranian Sumbawa melayangkan proposal guna mendapatkan bantuan. Seperti pengalaman tahun sebelumnya, bantuan pusat biasanya berupa program bantuan sarana produksi seperti pupuk dan benih. Sedangkan bantuan dalam bentuk uang disalurkan ke rekening kelompok.
“Selain dari Pusat, Pemkab Sumbawa juga turut membantu melalui program lain seperti pembangunan sarana pembuangan air yang segera dibangun di Desa Penyaring Kecamatan Moyo Utara,” katanya. (rc)

Rekanan Proyek BBA Divonis 3 Tahun Bui

Sumbawa Besar, SE.
Terdakwa SY, rekanan proyek Bantuan Bencana Alam (BBA) di Empang dan Tarano akhirnya divonis selama 3 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Mataram, Selasa (20/3) lalu.
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diancam dan diatur dalam pasal UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2002, tentang tindak pindana korupsi.
Selain itu, oleh majelis hakim terdakwa juga dikenai denda Rp 50 juta subsider 4 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 402.975.000, subsider 6 bulan kurungan.
Vonis majelis hakim yang diketuai Johan Saragih SH itu, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gede Arthana SH yang menuntut terdakwa selama 6 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider 4 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp 402.975.000, subsider 6 bulan kurungan.
Terhadap vonis tersebut, baik JPU maupun terdakwa masih menyatakan  pikir-pikir.
“Kami masih pikir-pikir atas vonis tersebut,” ujar JPU I Gede Arthana SH kepada media ini, kemarin.
Seperti diketahui, terdakwa GR yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek BBA tersebut divonis selama  1,6 tahun penjara  dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya yakni selama 3 tahun penjara denda Rp 50 juta  subsider 3 bulan kurungan penjara.
Kedua terdakwa dijerat pasal 3 dan 2 UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2002, tentang tindak pindana korupsi.
Dalam perkara ini masih ada satu lagi yakni, MS sebagai pengawas lapangan yang kini masih dalam tahap penyidikan. Kasus ini terjadi pada tahun 2007 dan mencuat pada 2008. Dengan ditemukan dugaan penyimpangan dalam item proyek normalisasi sungai Empang.
“Nilai kerugian negara ditaksir Rp. 400 juta dari pagu anggaran Rp 850 Juta,” terangnya.(Anto)

Rabu, 14 Maret 2012

Warga Minta Jalan Kelapis-Tanjung Diperbaiki


Sumbawa Besar, SE.
Warga Kebayan Kelurahan Brang Biji berharap jalan ruas Brang Biji-Tangjung Menangis diperbaiki. Pasalnya, ruas jalan sepanjang 6 Km dengan lebar 15 meter dari dana APBD tahun 2008 itu, kini rusak parah.
 “Kami berharap jalan itu diperbaiki,” ujar Zainuddin, warga Kebayan, kemarin.
Menurutnya, kerusakan jalan tersebut diakibatkan gerusan air hujan yang mengikis badan jalan. Akibatnya, sejumlah titik di ruas jalan tersebut rusak parah menjadi kubangan di musim penghujan saat ini.
“Kondisi jalan perkerasan itu rusak parah dibeberapa titik, kondisi ini tentu tidak terjadi jika jalan tersebut sudah diaspal,” katanya.
Diakuinya, jalan tersebut merupakan akses menuju ke wilayah perkebunan di Tanjung Menangis. Petani setempat saat ini kesulitan mengangkut hasil produksi jagung dan palawija maupun sarana produksi baik bibit dan pupuk.
“Saat ini akses ke Tanjung Menangis nyaris terisolir karena jembatan satu-satunya ke wilayah itu ambruk diterjang banjir bandang beberapa tahun silam,” katanya.
Salah jalan alternatif, kata dia, warga setempat memilih jalan baru yang dibangun dua tahun lalu yakni Kelapis-Tanjung Menangis.
“Paling tidak jalan tanah itu bisa diperkeras, sehingga akses transportasi ke wilayah itu lancar kembali,” pintanya.(Anto)

Senin, 12 Maret 2012

Komisi II Sorot Imlementasi Perda Retribusi

Sumbawa Besar, SE.
Pengesahan PERDA Retribusi Menara Telekomunikasi dan Perda Retribusi Perjinan Tertentu dihajatkan untuk memaksimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD).
Potensi PAD melalui sektor tertentu, misalnya pertambangan dan ijin pembangunan menara telekomunikasi seluler merupakan potensi PAD strategis.
Tapi sejak ditetapkan dan disahkan pada 6 Februari 2012 lalu, penerapannya malah dianggap melempem.
Ketua Komisi II, Lalu Budi Suryata, usai rapat dengar pendapat dengan eksekutif, menerangkan, pihaknya ingin memperoleh kejelasan tentang penerapan dua perda retribusi tersebut. Komisi II menengarai terjadi misspersepsi di kalangan SKPD pelaksana.
PERDA Retribusi Pertambangan misalnya, retribusi dan batas berlakunya ijin konsensi dipersepsikan hanya berlaku sekali. Hal ini sangat disesalkan, lantaran kerusakan dan konsekuensi yang akan ditimbulkan tambang tidak sebentar, sehingga kompensasinya harus besar bagi kesejahteraan masyarakat.
“Kami memberikan masukan kepada SKPD terkait untuk membuat rujukan implementasi misalnya juklat dan juknis PERDA tersebut, agar hajat penerapannya jelas. Makanya aturan pelaksanaannya juga harus jelas,” terang Budi.
Yang perlu mendapat perhatian serius adalah ijin HO atau ijin gangguan sekitar lokasi objek perijinan.
Dalam hal ini harus disesuaikan dengan konsekuensi lahan yang digunakan seperti HO bidang pertambangan. Saat ini hanya sebesar Rp 300.000 per hektar. Mestinya setiap tahun harus dibuat ijin lain, sebab dalam ijin HO tambang biayanya tidak mahal. Apalagi lokasi tambang di Sumbawa sangat terjangkau dan costnya rendah.
Terhadap retribusi ijin menara telekomunikasi seluler, Komisi II berharap Dishubkominfo tidak sekedar menerima laporan.
Mestinya lebih selektif dalam memberikan ijin, sebab keberadaan menara seluler harus menyesuaikan dengan tata ruang yang ada. Kasus di lapangan, banyak dijumpai ijin pendirian menara telekomunikasi seluler di tengah permukiman masyarakat. Belum lagi praktek rekayasa penerimaan masyarakat dalam bentuk tandatangan palsu. Padahal masyarakat memiliki daya tolak tinggi.
 “Ada juga menara seluler yang sudah dibangun tapi belum memiliki mendirikan bangunan,” tambah anggota Komisi II, Hafied Awad. (rc)